Susahnya Menjadi Karyawan

(sumber dikutip dari The 8th Habit; Melampaui Efektivitas, Menggapai Keagungan karya Stephen R. Covey).




Menjadi karyawan terkadang bisa menyenangkan dan kadang pula tak mengenakan. Namun lebih banyak porsinya—yang tak mengenakan yang didapatkan oleh seorang karyawan. Kalau pun mendapatkan hal yang menyenangkan itu tak lebih dari hanya beberapa persen saja. 10 persekian persen saja! Itu pun hanya sebagai penyenang sesaat saja dikala diri dalam usai mendapatkan tekanan dari atasan.


Pun saya sebagai karyawan sama merasakan hal itu. Di tempat kerja maupun di rumah—itu semua suara berjuta-juta karyawan di seluruh dunia yang berjuang untuk hidup dalam zaman baru ini. Deritanya tiada akhir—bersifat pribadi dan amat mendalam. Halnya diungkapkan oleh Carl Rogers,” Sesuatu yang amat pribadi (biasanya) juga sangat umum.” Dan hal ini pun diaminkan oleh Mario Teguh pula. Di dunia kerja hal itu seperti itu pasti ada. Atasan selalu mendikte dan selalu menekan bawahannya. Untuk itu pula Mario Teguh sudah mahfum bila diantara para peserta yang mengikuti acara ceremonial yang diselenggarkannya banyak para pesertanya mengungkapkan seperti itu. Jadi baginya itu tak asing untuk seorang Mario Teguh. Ia tak ingin berbuat seperti apa yang diungkapkan oleh mereka tentang atasan mereka yang selalu begini-begitu. Mario Teguh dengan bijak menjawabnya—sampai sekarang ia sangat bijak.


Jangankan mereka hal ini pun serupa yang dialami oleh saya. Walau tak sama. Serupa tapi tak sama. Walau hanya beda dalam divisi, perusahaan maupun situasi tetapi mengenai sikap-sikap yang dilakukan oleh atasan tidak jauh beda. Atasan ingin melampui target dan terus menekan karyawannya tanpa melihat batasan yang dilakukan oleh karyawannya sendiri. Karyawan dianggap sapi perahannya tanpa disadarinya. Apakah bawahannya sanggup melakukannya atau tidak. Atasan tak mau peduli!


Sungguh bila hal itu terus-menerus dialami oleh karyawan kemungkinan sebagai karyawan tak sanggup menerima perlakuan yang dilakukan oleh atasan tersebut. Dikarenakan suara mereka adalah makna personal yang unik—kapan dan dimana hal itu akan sama didengungkan oleh mereka yang berstatuskan karyawan. Saya pun pula seperti itu!


Memang hal itu tak mudah dilakukan oleh seorang karyawan. Tetapi itulah suara-suara orang di tempat kerja (karyawan) maupun berada di rumah. Kenapa hal itu terjadi karena lebih presentase yang sama bahwa mereka (karyawan)  sering mendapatkan tekanan luiar  biasa menghasilkan  lebih banyak, demi imbalan yang kecil. Banyak orang-orang menghadapi ekspetasi baru yang lebih tinggi, untuk memproduksi  lebih banyak, demi imbalan yang sedikit, dalam dunia  yang amat kompleks, dan mereka  tidak dimungkinkan untuk memanfaatkan bakat yang ada, kecerdasan mereka dalam porsi sifgnifikan. Sungguh miris keadaan seorang karyawan bila seperti itu.


Ya, beginilah susahnya menjadi karyawan. Sering tak didengar dan digubris. Hanya dipandang sebelah mata. Dan lebih tragis (lagi) bila karyawannya itu lebih muda dan belum banyak pengalaman. Itu akan menjadi makanan empuk oleh atasan. Atasan itu pasti akan berkata,” Yang muda yang tak dipercaya.” Olala....*

3 comments


EmoticonEmoticon